tentang aqiqah

Tentang Aqiqah

“Anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh dan dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR: Ahmad dan Al Arba’ah).

Anjuran Akikah

Akikah (Aqiqah) merupakan salah satu sunnah Rasulullah Saw. Ada beberapa hadits yang menyebutkan tentang anjuran melaksanakan Akikah (Aqiqah), di antaranya.
Sulaiman ibn Amir adh-Dhaby ra berkata. Rasulullah Saw bersabda, “Anak yang baru lahir hendaknya diakikahi. Alirkanlah darah (sembelihan kambing) dan hilangkanlah kotoran serta penyakit yang menyertai anak tersebut (cukurlah rambutnya).” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Diriwayatkan bahwa Aisyah istri Rasulullah Saw berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Untuk anak laki-laki sembelihlah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor saja.”
Samurah ibn Jundab ra berkata Rasulullah Saw bersabda. “Setiap anak yang dilahirkan itu tergadai dengan akikahnya, yaitu seekor kambing yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, lalu si anak diberi nama dan rambut kepalanya dicukur.
Pengertian tergadai, Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zad al-Maad menjelaskan. Bahwa Imam Ahmad berkata, Maknanya adalah bahwa anak yang baru lahir itu tertahan (terhalangi) untuk memberi syafaat kepada kedua orang tuanya.
Sedangkan kata ar-rahn (tergadai) menurut bahasa berarti al-habsu (tertahan), sebagaimana firman Allah SWT. “Tiap-tiap diri tertahan (harus mempertanggungjawabkan) apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatstsir: 38)
Secara zahir hadis tersebut berarti bahwa anak yang baru lahir itu tergadai (tertahan) dalam dirinya sendiri, terhalang dari kebaikan yang diinginkannya. Tetapi hal itu tidak mengakibatkan ia disiksa di akhirat kelak walaupun ia tertahan lantaran orang tuanya tidak melaksanakan Aqiqah sehingga ia tidak mendapatkan segala kebaikan yang didapatkan oleh seorang anak yang diaqiqahkan oleh orang tuanya.
Ia kehilangan banyak kebaikan sebab kecerobohan orang tuanya. Sebagaimana ketika melakukan hubungan intim, jika orang tuanya membaca basmalah maka setan tidak akan mengganggu dan tidak akan membahayakan anaknya, namun jika orang tuanya tidak membaca basmalah maka sang anak tidak mendapat perlindungan dari gangguan setan tersebut.
Hadist tersebut di atas menjelaskan bahwa aqiqah merupakan perkara yang sangat penting yang harus dilakukan. Sehingga keharusan menunaikan aqiqah dan hal tidak dapat dipisahkan seorang anak dari akikah diumpamakan seperti anak yang tergadai dan harus ditebus dengan aqiqah.
Hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama yang berpendapat bahwa aqiqah itu wajib, diantaranya adalah Laits ibn Saad, Hasan al-Bashri, pengikut Mazhab Zahiriyyah. Wallahu alam.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah memerintahkan kami mengakikahkan anak perempuan dengan seekor kambing dan anak laki-laki dengan dua ekor kambing.”
Ummu Kurz al-Kabiyah r.a. berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang akikah, kemudian beliau menjawab, Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing yang sama ukurannya (umurnya) dan untuk anak perempuan satu kambing saja. Tidak jadi masalah apakah kambing-kambing jantan ataupun betina.
Diriwayatkan oleh Abu Daud, Thabrani, dan Baihaqi dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw mengaqiqahkan Hasan dengan satu domba dan Husain juga satu domba.
Dari hadis yang telah disebutkan di atas, secara global dapat kita pahami bahwa akikah merupakan sunnah yang dianjurkan Rasulullah Saw sebagai ungkapan rasa bahagia atas kelahiran sang bayi. Untuk itu disembelihlah kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya. Aqiqah hukumnya sunnah mu’akkadah yang ditetapkan oleh mayoritas ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (masa kini).

Syarat-syarat Akikah / Aqiqah

Pertama, Sifat Sembelihan yang Layak (Sah) sebagai aqiqah, Imam Nawawi ra berkata dalam kitabnya, al-Majmu’, “Hewan yang layak (sah) disembelih sebagai aqiqah adalah domba yang dewasa dan kambing yang dewasa yang sudah memiliki gigi seri (gigi depan).
Domba dan kambing itu harus selamat dari cacat. Karena aqiqah adalah mengalirkan darah secara syar’i (sesuai dengan ketentuan Islam) maka sifat-sifat hewan yang disembelih untuk aqiqah sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih untuk kurban, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad sahih sahih bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata “Rasulullah mengaqiqahkan Hasan da Husain masing-masing dengan seekor domba.
Berdasarkan hadis di atas, sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai aqiqah harus sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai kurban.
Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing sebagai aqiqahnya dan untuk anak perempuan satu ekor saja. Hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing adalah hadis-hadis yang memiliki kelebihan (jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan satu kambing).
Oleh karena itu, hadis-hadis yang dijelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing lebih layak diterima. Hal ini diperkuat lagi oleh perkataan Ibnu Abbas ra. “bahwa Rasulullah Saw mengakikahkan (Hasan dan Husain) masing-masing dua ekor domba.”
Kedua, Waktu Penyembelihan Hewan Aqiqah
Menurut sunnah Nabi, penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya dengan menghitung hari kelahirannya. Jadi, hewan aqiqah disembelih pada hari keenam, jika hari kelahiran tidak dihitung. Apabila sang anak dilahirkan pada malam hari maka dihitung dari hari setelah malam kelahiran itu.
Penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh satu.
Menurut penganut Mazhab Hanbali, aqiqah disembelih pada hari ketujuh dan seterusnya, kelipatan tujuh. Mereka memiliki beberapa riwayat (yang dapat dijadikan dalil).
Sedangkan menurut penganut Mazhab Syafi’I disebutkan bahwa penyebutan tujuh itu untuk ikhtiyar (pilihan) bukan keharusan. Rafi’I menambahkan bahwa waktu penyembelihan hewan aqiqah dimulai dari kelahiran bayi.
Imam Syafi’i berkata, “Makna hadis itu adalah penyembelihan aqiqah diusahakan tidak ditangguhkan hingga melewati hari ketujuh. Namun jika memang belum sempat beraqiqah sampai sang bayi telah mencapai usia baligh, maka gugurlah tanggung jawab orang yang seharusnya mengaqiqahnnya. Tetapi, jika sang anak ingin beraqiqah untuk dirinya sendiri maka ia boleh melakukannya.
Ada ulama yang mengatakan, “Tanggung jawab untuk mengaqiqahkan tidak hilang walaupun tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, namun disunnahkan agar tidak terlambat sampai usia balig.”
Imam an-Nawawi berkata, “Aku Abdillah al-Busyihi, salah seorang imam dalam mazhab kami berkata, “Jika tidak sempat menyembelih pada hari ketujuh maka di hari keempat belas, (jika belum juga dilaksanakan) maka di hari kedua puluh satunya, demikian terus pada kelipatan tujuh.”
Ketika akan menyembelih hewan aqiqah, orang yang menyembelih disunnahkan membaca, Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad hasan, dari Aisyah r.a. bahwa Nabi Saw menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husain, dan beliau bersabda. “Ucapkanlah, Dengan Nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu akikah si Fulan.
Namun, jika bacaannya dipendekkan dengan hanya mengucap bismillah maka itu lebih utama karena kesahihan hadis di atas masih diperdebatkan.
Disunnahkan juga memisah-misahkan anggota badan hewan aqiqah, dan dilarang meremukkan tulang-tulangnya. Ada dua hikmah dari hal tersebut, yaitu:
Pertama, sebagai penghormatan terhadap orang-orang miskin dan para tetangga yang diberikan hidangan atau hadiah berupa daging aqiqah, yaitu dengan memberikan potongan besar yang sempurna yang tulangnya tidak dipecah dan dagingnya tidak dikurangi. Tidak diragukan bahwa cara penyajian dan pemberian seperti ini merupakan penghormatan bagi orang-orang yang menerima.
Kedua, oleh karena kedudukan akikah sebagai tebusan untuk menebus sang bayi maka dianjurkan tulangnya tidak usah dipotong-potong, untuk mengharap keberkahan (dari Allah SWT juga dengan harapan agar anggota-anggota tubuh si bayi menjadi sehat dan kuat. Wallahu a’alam.
Ketiga, Apa yang Dilakukan Setelah Penyembelihan?
Setelah penyembelihan hewan selesai, hendaknya kaum Muslimin waspada, jangan sampai melumuri kepala bayi dengan darah hewan aqiqah, karena hal itu merupakan kebiasaan kaum Jahiliyah. Akan tetapi, hendaknya kepala bayi tersebut dilumuri dengan minyak za’faran.
Disunnahkan memakan hewan aqiqah, boleh juga menghadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang lain, karena aqiqah adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah maka hukumnya sama dengan hewan kurban.
Rafi’I berkata, “Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan aqiqah kepada bidan atau dokter (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam sunnah al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah Saw memerintahkan Fatimah ra. “Timbanglah rambut al-Husain, kemudian bersedekah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah bagian kaki hewan aqiqah kepada wanita yang membantu proses kelahiran.” (Diriwayatkan secara mauquf sampai pada Ali r.a.)
Disunnahkan juga memasak daging hewan aqiqah sehingga masakannya menjadi manis, dengan harapan agar sang bayi kelak memiliki akhlak yang baik dan terpuji.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Aqiqah

Pesanan BPK.kosim tanggul

Harga Aqiqah Jember